Respons Ketua DPRD TTS Terkait Kontroversi Bendungan Temef

halaman8.com – SoE – TTS

Picsart 23 12 30 19 22 07 412

Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang sedang mendekati penyelesaian konstruksinya, kini menjadi sorotan publik karena kontroversi terkait ganti rugi lahan yang diklaim belum ditangani secara adil oleh pemerintah. Ketua DPRD TTS, Marcu Buana Mba’u, SE, merespons dengan langkah konkret, menyurat ke dinas-dinas terkait untuk menyelenggarakan rapat bersama sebagai upaya penyelesaian.

“Apapun yang menjadi hak masyarakat harus dan wajib diselesaikan pemerintah atau dari pihak manapun”, Ujar Ketua DPRD TTS kepada awak media usai menjumpai sejumlah masyarakat dari Desa Konbaki di Rumah Jabatan Ketua DPRD TTS.

Ketua DPRD TTS, Marcu Buana Mba’u, SE, berkomitmen untuk menyelesaikan sengketa ini dengan mengadakan rapat bersama pada Kamis, 18 Januari 2024. Sementara itu, warga Desa Konbaki dan sejumlah tokoh masyarakat menekankan pentingnya respons pemerintah terhadap keluhan mereka guna menjaga keadilan dan kesejahteraan bersama.

Pano 20240116 123653 1705384208877
Tampak Foto Saat Masyarakat Desa Konbaki Menemui Ketua DPRD TTS

Terpantau,Pertemuan antara Ketua DPRD TTS dan warga Desa Konbaki, Kecamatan Polen, telah mengungkapkan ketidakpuasan terhadap klaim pemerintah yang menyematkan label tanah sebagai kehutanan. Meskipun sejarah dan kuburan leluhur membuktikan kepemilikan masyarakat selama 7 generasi, protes masyarakat mencapai puncak.

Tahap awal pembangunan Bendungan Temef pada tahun 2017 mencatat pengakuan pemerintah bahwa tanah tersebut bukan kawasan kehutanan, melainkan milik masyarakat. Namun, tahap kelima menjadi perhatian karena pemerintah mendadak menggugat tanah sebagai hak milik pemerintah atau kawasan hutan.

Klik link dibawah ini untuk melihat video di TikTok

https://vt.tiktok.com/ZSNKh8U4N/

Yunus Kese, warga setempat, mengecam perbedaan signifikan pada pembayaran tahap kelima, menegaskan bahwa masyarakat tidak akan menerima kompensasi karena kesepakatan awal tidak mengarah ke arah itu. Isu pembayaran kompensasi untuk kuburan juga mencuat, dengan kebingungan atas perbedaan nominal yang disebutkan.

Egidion Tefnai, tokoh adat dan kepala dusun 3 Desa Konbaki, membenarkan bahwa tanah tersebut adalah milik masyarakat sesuai kesepakatan awal, bukan kawasan kehutanan. Masyarakat menuntut klarifikasi dan penyelesaian yang adil dari pemerintah.

kunjungi tik tok media halaman8

Komentar