KABUPATEN TTS MEMBUTUHKAN KEPEMIMPINAN MANAGERIAL

halaman8.com – Opini –

Oleh. Salomon Andreas Mesak Babys

Berdasarkan catatan sejarah, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi kabupaten sendiri terhitung sejak tahun 1960. Artinya di tahun 2024 ini, kabupaten TTS telah mencapai umur 64 Tahun, suatu umur yang jika kita analogikan dengan umur manusia maka menunjukan usia yang sudah matang, dan pada usia yang sangat matang tersebut, sudah seharusnya masyarakat TTS menikmati kesejahteraan atau TTS Emas, namun pada kenyataannya daerah yang dulu kaya dan terkenal dengan kelimpahan ternak dan buah-buahan segarnya kini menjadi daerah tertinggal dan termiskin di Indonesia. Pertanyaannya mengapa bisa terjadi?

Pertanyaan ini membawa saya pada penelusuran sederhana terkait kipra kepemimpinan di daerah tersebut dengan tujuan untuk menemukan apa yang telah dilakukan oleh pemimpin sebelumnya sehingga kabupaten ini menjadi kabupaten tertinggal dan termiskin saat ini, penelusuran saya lakukan pada web site pemerintah kabupaten TTS yakni ttskab.go.id diperoleh informasi bahwa kepemimpinan di TTS pertama berawal dari Bupati Kusa Nope (1960 -1983), dilanjutkan Drs. Cornelis Tapatab (1983- 1993), dilanjutkan Pieter Alexander Tallo SH, dilanjutkan Drs. Piet Sabuna (1993-1998), dilanjutkan Willem Nope, S.H.(1998-2003), dilanjutkan Drs. Daniel Andreas Banunaek, M.A. (2003- 2008), dilanjutkan Ir. Paulus Viktor Roland Mella, M.Si. (2009-2018) dan terakhir dilanjutkan Egusem Pieter Tahun (14 Februari 2019 sampai 2024).

Observasi pada media website pemerintah tersebut sangat mengecewakan karena pada media tersebut tidak terdapat informasi yang akurat, dan terpaksa saya mencari pada jejak digital lain dan hasilnya adalah bahwa Bupati Kusa Nope dalam catatan jurnalistik rakyatntt.com menjabarkan bahwa Bupati pertama TTS ini selain menjadi pencetus berdirinya Propinsi NTT, juga pendiri Kabupaten TTS. Sebagai Bupati pertama Kabupaten TTS, Kusa Nope memberikan kontribusi pada program paronosasi dan lamtoronisasi untuk peningkatan bobot ternak sapi; hasil dari program ini TTS bisa mengirim sapi paron gemuk ke Pulau Jawa, bahkan sampai ke Hongkong dan Taiwan. Beliau juga memiliki keteladanan yang bisa kita contohi yakni sebagai kepala eksekutif selalu berkorban memberi upah kepada pegawainya dari uang pribadi. Dari data ini dapat dianalisis bahwa Bupati Kusa Nope fokus pada pembangunan institusi kabupaten dan pembangunan potensi kabupaten TTS khusunya terkait potensi peternakan sebagai peluang ekonomi Daerah.

Bupati kedua adalah Cornelis Tapatab; Pada tribunnews.com dijabarkan bahwa Kornelis Tapatab adalah pemimpin yang fokus pada pembangunan tiga hal yakni alam, pendidikan dan masyarakat adat. Salah satu bentuk pembangunan yang dilakukan adalah membangun stadion Kobelete. Keteladan nilai yang dapat diadopsi dari sosok Cornelis Tapatab adalah semangat pantang menyerah, dan pekerja keras. Berdasarkan data yang ada, maka dapat dianalisis bahwa pada pada masa Cornelis Tapatab beliau fokus pada penguatan Sumber daya manusia TTS, terkhusus pada pengembangan pada bidang olah raga.

Kepemimpinan selanjutnya adalah Pieter Alexander Tallo SH. Piter A. Tallo pada eranya banyak kebijakan yang kontroversial, namun yang positifnya ia sering mendatangkan hiburan (sirkus) dari eropa ke TTS dan banyak masyarakat TTS pada waktu itu bisa menikmati teknologi helicopter. Berdasarkan website dionbata.com salah satu kefokusan dari Pieter A. Tallo adalah pembentukan karakter melalui program ‘Operasi Cinta Tanah Air’ yakni operasi yang diperuntukkan bagi warga TTS yang kedapatan tidak sedang bekerja pada jam-jam produktif. Pieter A. Tallo adalah bupati yang membawa TTS sebagai daerah percontohan otonomi daerah di NTT. Nilai-nilai yang diajarkan oleh Beliau adalah kerja keras dan disiplin sehingga Piet A Tallo memberikan kontribusi berupaya mengubah mentalitas rakyat TTS berubah menjadi masyarakat produktif.

Kepemimpinan selanjutnya adalah Drs. Piet Sabuna. Berdasarkan data dari tribunnews.com salah satu prestasi Piet Sabuna adalah menjadi bupati pertama TTS yang mempersiapkan TTS menjadi daerah otonom. Beliau juga berupaya meningkatkan SDM ASN dengan memberikan kesempatan bagi ASN untuk melanjutkan pendidikan S1, S2. Peninggalan piet Sabuna yang masih menjadi ikon TTS adalah pembangunan tugu dan symbol 3 jari di TTS. Kebijaksanaan yang dapat kita pelajari dari sosok Piet Sabuna adalah intelektualitas PNS dan nilai-nilai pelayanan PNS terhadap rakyat.

Kepemimpinan selanjutnya adalah Willem Nope, S.H. Beliau memerintah dari 1998-2003, namun sayang informasi terkait kiprah dan kontribusi mantan Bupati ini tidak ter digitalisasi dengan baik. Sangat sulit bagi penulis untuk mendapatkan informasi terkait sosok willem Nope ini. Hal ini pada satu sisi bisa saja menegaskan terkait tidak adanya kontribusi signifikan di jamannya bagi daerah dan masyarakat TTS atau bahwa literasi digital terkait kepemimpinan di TTS sangat buruk pengelolaannya sehingga kepemimpinan ke depan perlu segera pembenahan secara cepat, karena kita telah masuk pada era digital yang harus mendukung pergerakan menuju masyarakat digital.

Kepemimpinan selanjutnya adalah Drs. Daniel Andreas Banunaek, M.A. Selama masa kepemimpinannya beliau sangat perhatian kepada kebudayaan, dan karenanya Beliau sangat mendukung keinginan rakyat Amanatun untuk menjadi kabupaten sendiri, walaupun perjuangan itu belum terwujudkan sampai saat ini. Daniel banunaek selama memerintah sangat kontroversial karena dipandang terlibat dalam penebang pohon (illegal logging) dan memungut hasil hutan di Kawasan Hutan jati di Fatuanas. Daniel Banunaek memiliki kontribusi terhadap pembangunan di TTS, namun sayang tidak banyak kebijaksanaan yang dapat kita pelajari kepemimpinannya oleh karena jejak digital yang juga terbatas.

Kepemimpinan selanjutnya adalah Ir. Paulus Viktor Roland Mella, M.Si. pada periodisasi kepemimpinannya ia dikenal tegas dalam mendorong persoalan perdagangan manusia TTS (human traficking). Dia juga mendorong PNS untuk bekerja professional dan mendorong tranparansi sesuai UU. Beliau menjadi Bupati yang mengedepankan nilai religiusitas. salah satu pesan penting beliau kepada PNS di TTS adalah melayani dengan hati. Pada kompas.com Paul Mella berusaha mengembalikan wangi cendana, gurihnya Apel Kapan, manisnya rasa jeruk SoE, dan mencoba mengembalikan TTS sebagai gudang ternak. Pada massa kepemimpinannya beliau telah mengarahkan pandangan masyarakat untuk bekerjasama saling bersinergi dalam membangun TTS. Paulus Mella bersama Ibu Rambu Mella juga menjadi pemimpin yang memperjuangkan Hak perempuan di TTS. Nilai yang ditanamkan pada periode kepemimpinannya adalah nilai religiusitas dan feminisme kultural.

Kepemimpinan selanjutnya Egusem Pieter Tahun. Beliau dapat dikatakan sebagai pemimpin yang pro terhadap teknologi, juga sangat mendukung peran pemuda TTS dalam mensuport pembangunan di TTS. Egusem Pieter Tahun sangat fokus pada dua persoalan besar di TTS yakni mengentaskan kemiskinan dan stunting, dan menekankan pentingnya kolaborasi multi sektoral. Pada website berita-cendana.com dijabarkan bahwa Epi Tahun berhasil membuat masyarakat merasakan pembangunan yang menonjol seperti infrastruktur jalan, air  bersih, dan listrik.

Terdapat banyak kebijaksanaan yang dapat kita pelajari dari periodisasi kepemipinan di TTS sejak tahun 1960, walau demikian pada kenyataan seluruh hal positif itu runtuh ketika TTS menjadi daerah termiskin dan tertinggal, untuk menanganinya maka kita membutuhkan kepemipinan di TTS yang membawa semangat yang telah diajarkan dari kepemimpinan sebelumnya untuk membenahi kabupaten kita mengejar ketertinggalan dan kemiskinan yang terjadi pada masyarakatnya. Lantas kepemimpinan seperti apa yang bisa membawa kita keluar dari kondisi keprihatinan ini.? Bagi saya, kita butuh kepemimpinan yang berasal dari non birokrasi yang mampu melakukan rekayasa sosial melalui kepemimpinan managerial. Bagi saya kepemimpinan sebelumnya sudah sangat bagus mendasari kita rakyat dan PNS dengan kebijaksanaannya, namun kita belum pernah memiliki kepemimpinan managerial yang hakekatnya terfokus pada kemampuan managerial, corak kepemimpinan ini tepat dan cocok untuk Kepemimpnan di kabupaten TTS selanjutnya. Bagi saya ini adalah salah satu tipe kepemimpinan yang bisa membawa TTS keluar dari keterpurukan hidupnya, dan merupakan tipe kepemimpinan yang ideal untuk kehidupan moderen di era globalisasi dan digitalisasi saat ini.

kunjungi tik tok media halaman8

Komentar